30 August 2020

Kecerdasan Majemuk (Multiple Intelligences)

Kecerdasan Majemuk 

(Multiple Intelligences)

Ilustrasi dok.google


Dulu ada teman SMA yang selalu menendang-nendang kursi saya, meminta jawaban ketika sedang ujian. Sekarang ia sudah menjadi polisi. Ada juga teman yang rankingnya di bawah saya, sekarang sudah menjadi pejabat tinggi di Angkatan Udara. Sejak SMA, dia selalu memakai sepatu tentara. 
Sebaliknya ada juga cerita orang-orang yang ketika sekolah sangat berprestasi, tetapi susah mendapatkan pekerjaan.

Dulu kecerdasan dan kesuksesan seseorang diukur dari IQ-nya. Siswa yang memiliki IQ tinggi diyakini sebagai anak cerdas, sedangkan yang ber-IQ rendah otomatis dicap bodoh. Kenyataannya, banyak orang dicap tidak pandai malah lebih sukses dalam karir dan profesinya , mengalahkan teman-temannya yang ber-IQ lebih tinggi.

Tahun 1983 Howard Gardner, seorang profesor psikolog, menulis buku Frames of Mind: The Theory of Multiple Intelligences. Saya membeli bukunya 15 tahun lalu. Ia menyatakan bahwa kecerdasan bukanlah kemampuan tunggal melainkan beberapa kemampuan intelektual yang relatif tak terkait satu sama lain. Menurutnya ada beberapa jenis kecerdasan :


• Kecerdasan logis-matematis
Anak dengan kecerdasan ini mampu mendeteksi bermacam pola atau prinsip-prinsip dasar sebab akibat, berpikir logis, berpikir dengan abstraksi dan angka, bernalar secara deduktif dan menyelesaikan operasi-operasi matematis. Mereka bisa diajar melalui permainan logika, investigasi, dan teka-teki.

• Kecerdasan verbal-linguistik
Anak dengan kecerdasan ini mempunyai penguasaan bahasa lisan dan tulis yang baik. Mereka biasanya mahir membaca, menulis, bercerita dan mengingat kata-kata. Mereka belajar dengan baik jika didorong mengucapkan, melihat kata-kata dan membaca buku. Media seperti computer, games, multimedia, buku, alat perekam, dan pelajaran, akan sangat membantu mereka.

• Kecerdasan spasial
Orang dengan tipe kecerdasan ini memilili pengetahuan bagus tentang tata ruang. Kemampuan ini dimiliki oleh pilot atau navigator, pematung, arsitek.

• Kecerdasan musikal
Anak cerdas musikal akan mampu mengenali suara, menyusun nada, irama, dan menggunakannya untuk tampil atau membuat komposisi musik. Anak dengan kecerdasan ini biasanya menangkap pelajaran dengan baik lewat ceramah yang diiringi musik, atau belajar dengan mendengarkan lagu . Alat yang bisa membantu proses belajarnya misalnya instrument musik, radio, dan multimedia.

• Kecerdasan kinestetik, 
Anak dengan tipe kecerdasan ini pandai menggunakan bagian-bagian tubuhnya. Para atlit, penari, actor, polisi, tentara, dokter bedah dan pengrajin cenderung punya kemampuan tinggi di jenis kecerdasan ini. Mereka suka menggambar, bermain jigsaw puzzles, membaca peta.

Jadi teringat murid saya di kelas yang selalu mengantuk tetapi kadang berisik. Saya suruh dia berjalan keliling kelas (bergerak) selama pembelajaran. Dia suka sekali. Dia tidak bisa belajar kalau hanya duduk diam saja. Karena kebanyakan anak laki-laki adalah pembelajar kinestetik. Mengajar di SMK yang sekelas laki-laki semua sungguh harus kreatif.

Suatu ketika banyak anak yang terlambat. Saya tanya, “Kalian mau konsekuensinya membaca atau lari? Kompak mereka menjawab, “Lariii....” 
Dan...mereka lari keliling lapangan dengan suka cita. Lucu kan? Sebel tapi ingin tertawa. Saya tidak pernah marah meskipun mereka membuat kesalahan. Ada penyebab di balik kelakuan mereka yang harus dipahami.

Untuk menenangkan anak-anak seperti ini, kadang saya ajak mereka bermeditasi sebentar di kelas untuk menenangkan diri, sambil diiringi musik menenangkan. Mereka sangat suka.


• Kecerdasan interpersonal
Kecerdasan ini diikuti dengan kemampuan mengenali kepribadian orang lain: maksud, perasaan, mood, temperamen dan motivasi. Mereka belajar lebih efektif melalui kegiatan kelompok, seminar, dan dialog. Mereka cocok menjadi tenaga penjualan, pengajar, pemimpin umat, manajer, pekerja sosial, konselor atau politik.

• Kecerdasan intrapersonal,
Anak tipe ini mempunyai kemampuan memahami diri sendiri. Orang yang punya kecerdasan intrapersonal tinggi mampu mengenali kekuatan dan kelemahannya, apa yang membuatnya unik, dan mampu memprediksi reaksi atau emosinya sendiri. Mereka cocok menjadi psikolog, guru BK dll.

• Kecerdasan naturalis
Kecerdasan ini diikuti kemampuan mengenali dan mengelompokkan berbagai spesies, baik flora maupun fauna, batuan, jenis-jenis pegunungan yang ada di lingkungannya. Kemampuan ini diperlukan di kalangan ahli botani, chef, petani, ahli gizi dll.

Setiap orang memiliki kombinasi kecerdasan yang berlainan satu sama lain. Namun, kenyataannya, orang tua dan guru belum memaksimalkan berbagai tipe kecerdasan tersebut. Sistem pendidikan formal terkesan masih menyamaratakan kecerdasan.

Tidak sedikit anak istimewa jadi korban sistem sekolah yang hanya mengukur kecerdasan bahasa dan logika matematika. Anak kinestetik tentu akan sulit disuruh duduk diam saja mendengarkan guru. Anak musikal akan kesulitan memahami angka-angka. Anak matematis akan kesulitan di pelajaran melukis, dst.

Ini seperti menyuruh ikan, burung dan monyet memanjat pohon. Yang berhasil diberi predikat ‘hebat’ tentu si monyet. Yang lain tidak akan mengeluarkan kemampuan memanjat, karena memang itu bukan tipe kecerdasannya. Sebaliknya jika monyet diuji berenang, tentu tidak akan lulus.

Jika anak menonjol pada kecerdasan bahasa, interpersonal, dan intrapersonal, namun sangat lemah di musik, spasial, kinestetik, dan logika matematika, bisa jadi ia tidak memiliki nilai bagus yang menonjol di rapot. Padahal kombinasi kecerdasan seperti ini, justru bisa sangat sukses di bidang yang tak terpikirkan saat sekolah seperti misalnya di bidang penjualan atau bisnis.

Teori Gardner ini mengajak pendidik dan orang tua untuk lebih memperhatikan anak sesuai keunggulan unik masing-masing. Tidak ada lagi anak bodoh, sebab yang lemah di satu atau dua jenis kecerdasan mungkin sangat istimewa pada jenis-jenis kecerdasan yang lain.

Kisah Michael Ifianto, seorang industrial designer, bisa dijadikan contoh. Ketika sekolah, bahkan ia tidak dinaikkan kelas oleh gurunya. Ia harus pindah sekolah. Guru BP memintanya untuk fokus lulus saja, tidak perlu mengejar nilai. Ia bisa fokus dengan hobinya menggambar. Setelah lulus SMA, ia kuliah S1 jurusan desain komunikasi visual (DKV), dan S2 di Italia. Ia mendapatkan banyak sekali tawaran pekerjaan dari perusahaan internasional. Sekarang ia dosen dan memiliki sendiri bisnis design industri di Surabaya.

Test kecerdasan bukan segala-galanya. Tes IQ dan test kecerdasan majemuk, bukanlah penentu tunggal bagaimana masa depan dan kesuksesan seseorang. Ada banyak variabel yang menentukan kesuksesan, seperti hardskill (keahlian) dan softskill (moral, etika, komunikasi, kepemimpinan, kegigihan, problem solving, percaya diri), kesempatan, lingkungan yang mendukung dll.

Orang tua dan pendidik harus memahami kecerdasan anak, memberinya kesempatan untuk mengembangkan tipe kecerdasan tersebut dan tentunya menciptakan lingkungan yang mendukung bagi kesuksesannya. Tak perlu membanding-bandingkan anak kita dengan anak orang lain. Cintai saja anak sebagaimana adanya dia.


Salam Parenting.
Parenting is loving.
With love.

disarikan dari sumber facebook

Bagikan

Jangan lewatkan

Kecerdasan Majemuk (Multiple Intelligences)
4/ 5
Oleh

Subscribe via email

Suka dengan artikel di atas? Tambahkan email Anda untuk berlangganan.

Silakan berikan komentar Anda!