FILOSOFI CERITA PENSIL DAN BUKU
Pensil : Buk Buku, aku ingin menuliskan sesuatu di lembaran-lembaranmu.
Buku : Silahkan wahai pensil.
Pensil : Bolehkah aku menuliskan apa saja?
Buku : Kamu boleh menuliskan apa saja di lembaran-lembaran yang aku miliki wahai pensil, silahkan. Apa saja terserah dirimu, semau kamu mau menuliskan apa.
Pensil mulai menuliskan banyak hal di lembaran-lembaran buku. Ia menuliskan
banyak sekali, lembar demi lembar hinga tak terasa sudah berlembar-lembar ia menuliskan kata. Sang buku pun hanya diam saja, ia tak protes mau ditulisi apa. Karena dari awal, sang buku sudah memberikan kebebasan bagi pensil untuk menulis apa saja. Dia tak mungkin menarik kata-katanya.
Pensil : Wahai buku, aku telah menuliskan banyak tulisan di lembaranmu.
Buku : Lanjutkanlah, lembaranku masih banyak.
Pensil : Aku tadi telah melihat-lihat tulisanku, banyak sekali coretan dalam lembaranmu. Ada pula banyak kesalahan tulisan ketika aku menulis. Aku rasanya sedih, kenapa aku menulis seperti itu. Padahal seharusnya aku bisa menulis dengan baik. Aku menyesal, aku sering main-main ketika menulis itu. Aku tak bersungguh-sungguh menuliskannya.
Buku : Wahai pensil, jangan berhenti menulis wahai pensil. Aku masih punya banyak lembaran baru yang masih putih untuk engkau tulisi. Sekalipun lembaran-lembaran sebelumnya sangatlah jelek dan penuh kesalahan.
Pensil : Tetapi lembaran yang sebelumnya sangat buruk untuk aku lihat.
Buku : Wahai pensil, menyesal boleh saja. Namun lihatlah, lihatlah lembaranku setelahnya masih putih bersih. Kamu masih punya kesempatan untuk menuliskan sesuatu yang indah.
Pensil : Tetapi aku sedih...
Buku : Oke kalau begitu, robek saja lembaranku yang buruk itu. Agar engkau tak melihatnya.
Pensil pun akhirnya menyadari bahwa ia masih bisa menuliskan di lembaran-lembaran yang masih putih dengan tulisan dan kalimat yang indah. Ia menyadari bahwa seburuk apapun lembaran yang sebelumnya, ia masih punya kesempatan untuk membuat tulisan indah di lembaran baru yang masih indah. Ia juga menyadari bahwa lembaran itu tak akan tersedia terus, nanti juga lembaran milik buku akan habis juga. Ia hanya perlu memanfaatkan lembaran yang masih ada.
Makna Filosofis Cerita :
Pensil di dalam cerita itu adalah diri kita, sedangkan buku dalam cerita itu adalah waktu. Kita diberikan oleh waktu oleh Sang Pencipta untuk bisa kita isi dengan berbagai macam perbuatan dan apapun yang kita inginkan. Kita bisa menuliskan cerita yang indah maupun cerita yang semestinya tidak kita lakukan. Hingga mungkin jika saat ini kita merenungi apa yang telah terjadi, ada kalanya kita memiliki masa lalu yang buruk. Masa lalu yang memalukan rasanya untuk diceritakan. Namun Allah begitu sangat penyayang, dibalik rasa menyesal itu kita masih diberikan kesempatan. Seburuk apapun masa lalu, namun kita masih punya masa depan yang masih putih bersih. Tinggal kita mau mengisinya seperti apa, kita tak boleh putus asa. Ini tentang diri kita, apakah mau memanfaatkan kesempatan itu atau tidak. Karena sejatinya waktu kita terbatas di dunia ini, ada kalanya kita nanti akan mati. Maka jangan putus asa dari rahmat Allah, Dia adalah seorang yang Maha Penyayang. Semangatlah menjadikan hari-hari kita indah di depan nanti.
Bagikan
INSPIRASI 26 - "FILOSOFI CERITA PENSIL DAN BUKU"
4/
5
Oleh
Frederikus Mardiyanto W
Silakan berikan komentar Anda!